Berdasarkan undang-undang perkawinan nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang mengatur bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun, baik untuk perempuan maupun laki-laki.
Perkawinan anak adalah perkawinan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan yang masih di kategorikan sebagai anak – anak atau remaja yang berusia dibawah usia 19 tahun. Istilah ini mencakup berbagai bentuk perkawinan, termasuk pernikahan formal yang dicatat secara hukum maupun pernikahan adat yang tidak terdaftar secara resmi. Kabupaten kepahiang, seperti di banyak daerah lain di indonesia, menghadapi masalah perkawinan anak yang bisa mempengaruhi masa depan anak –anak terutama perempuan . Perkawinan anak sering kali di dorong oleh kurangnya pengetahuan keluarga dan remaja.tentang kesehatan reproduksi dan juga dampak perkawinan anak.
Berdasarkan data siga di kabupaten kepahiang, jumlah usia kawin pertama pada usia anak tahun 2022 sebanyak 4.442 (18,09) dan di tahun 2023 sebanyak 4.416 (17,93%) , data dispensasi kawin yang di keluarkan pengadilan agama kepahiang ditahun 2022 sebanyak 115 dan tahun 2023 sebanyak 90 sedangkan di tahun 2024 sampai dengan bulan juli sebanyak 60.
Untuk data keluarga yang memiliki remaja yang medapatkan edukasi tentang ketahanan keluarga melalui kelompok kegiatan bkr tahun 2022 sebanyak 223 dan tahun 2023 sebanyak 766, sedangkan jumlah remaja yang edukasi tentang ketahanan keluarga melalui kelompok kegiatan pik-r tahun 2022 sebanyak 37 dan tahun 2023 sebanyak 599
Salah satu upaya mencegah terjadinya perkawinan anak dikabupaten kepahiang maka kami sudah memetakan sasaran kegiatan di tahun 2024 ini, melalui kegiatan strategi pencegahan perkawinan anak melalui edukasi kesehatan reproduksi remaja (sappa seroja) dengan sasaran 15 desa, 12 sekolah menengah atas dan 25 sekolah menengah pertama yang mana kegiatan ini sudah berlangsung selama lebih kurang 2 bulan.
Masyarakat sangat merespon baik kegiatan ini dan mereka setuju sekali apabila kegiatan ini dilaksanakan secara berkesinambungan dan berharap peraturan bupati tentang pencegahan perkawinan anak di kabupaten kepahiang dapat cepat terealisasi.
Untuk menurunkan angka perkawinan anak, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Penting adanya sinergi, dan kolaborasi bersama unsur-unsur pemangku kepentingan dari tingkat propinsi sampai tingkat desa baik bappeda, dinas ppkbp3a dan dinas terkait lainnya, lembaga masyarakat tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha serta peran media, untuk itu kabupaten kepahiang berupaya membentuk tim gugus tugas pencegahan perkawinan anak tingkat kabupaten yang hari ini akan di kukuhkan sekaligus peluncuran buku pintar strategi pencegahan perkawinan anak melalui edukasi kesehatan reproduksi remaja (sappa seroja) semua ini dilaksanakan untuk mewujudkan generasi emas yang berkualitas 2045.