Kepahiang, 23 Oktober 2024 – Dalam upaya menekan angka perkawinan anak di Kabupaten Kepahiang, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) melalui program Strategi Pencegahan Perkawinan Anak Melalui Edukasi Kesehatan Reproduksi Remaja (SAPPA SEROJA), menggelar kegiatan edukasi di 25 sekolah jenjang SMP/MTs se-Kabupaten Kepahiang. Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 15-22 Oktober 2024 ini berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kepahiang, Dokter, Psikolog, dan Bidan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang kesehatan reproduksi remaja dan dampak perkawinan anak.
Kegiatan ini merupakan salah satu langkah konkret pemerintah daerah untuk mencegah praktik perkawinan anak yang masih banyak terjadi. Berdasarkan data SIGA Kabupaten Kepahiang, jumlah usia kawin pertama pada usia anak di Kabupaten Kepahiang pada tahun 2022 sebanyak 4.442 (18,09%) dan di tahun 2023 sebanyak 4.416 (17,93%). Sementara itu, jumlah dispensasi kawin yang disetujui Pengadilan Agama Kabupaten Kepahiang pada tahun 2022 sebanyak 115 pengajuan, di tahun 2023 berjumlah 90 pengajuan dan sebanyak 60 pengajuan telah disetujui hingga Bulan Juli 2024.
Kegiatan SAPPA SEROJA difokuskan untuk memberikan pengetahuan mengenai pentingnya kesehatan reproduksi, dampak negatif dari perkawinan di usia dini, serta hak-hak anak dalam menentukan masa depan mereka. Edukasi dilakukan secara interaktif melalui diskusi, pemutaran video edukatif, dan sesi tanya jawab yang dipandu oleh tenaga kesehatan dan psikolog.
Kepala Dinas DPPKBP3A, Linda Rospita, S.H., M.H, menyampaikan harapan besar dari pelaksanaan program ini. “Kami berkomitmen untuk terus melindungi generasi muda dari bahaya perkawinan anak. Melalui SAPPA SEROJA, kami ingin anak-anak di Kabupaten Kepahiang memiliki masa depan yang lebih cerah dengan akses pendidikan yang lebih baik, kesehatan reproduksi yang terjaga, serta bebas dari praktik-praktik perkawinan di bawah umur.”
Desty Puspita Sari, salah satu dokter yang terlibat dalam kegiatan ini, menjelaskan bahwa memahami kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja sebagai upaya perlindungan diri. “Melalui pemahaman yang baik, para siswa dapat menghindari risiko yang mengancam kesehatan mereka, seperti penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan, hingga risiko kematian ibu muda akibat komplikasi persalinan,” ujar Desty.
Selain itu, Imannatul Istiqomah, psikolog yang turut memberikan materi dalam kegiatan ini, menekankan dampak psikologis dari perkawinan anak. “Perkawinan di usia anak seringkali membawa beban emosional yang besar bagi anak perempuan dan laki-laki. Mereka belum siap secara mental untuk menghadapi tanggung jawab sebagai istri, ibu, suami dan ayah. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh anak tersebut, tapi juga keluarganya,” kata Ratna.
Melalui program SAPPA SEROJA, DPPKBP3A bertekad untuk mengurangi angka perkawinan anak secara signifikan dalam beberapa tahun mendatang. Selain kegiatan di sekolah, program ini juga diperluas ke berbagai komunitas masyarakat melalui sosialisasi dan pelibatan tokoh masyarakat, lembaga adat serta orang tua.
“Perubahan harus dimulai dari lingkungan sekitar. Kami juga melibatkan tokoh masyarakat, tokoh adat, orangtua dan perangkat desa/kelurahan untuk turut serta dalam pencegahan perkawinan anak, karena dukungan dari keluarga dan komunitas sangat penting,” tambah Linda Rospita.
Dengan adanya kolaborasi dan program pencegahan yang terus ditingkatkan, diharapkan Kabupaten Kepahiang dapat menurunkan angka perkawinan anak dan menciptakan generasi muda yang sehat, berdaya, dan siap menghadapi masa depan.